Minggu, 05 November 2017

Catatan Perjalanan Pendakian Gunung Anjasmoro via Wonosalam

Gunung Anjasmoro merupakan sebuah gunung dengan ketinggian 2282 Mdpl, yang berada di wilayah Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto dan Kota Batu. Gunung Anjasmoro termasuk dalam satu kluster dengan Gunung Argowayang dan terletak berdekatan dengan Gunung Arjuno - Welirang.

Perjalanan pendakian kali ini kami beranggotakan tiga orang start dari Blitar, dengan bermodalkan informasi yang sangat sedikit mengenai gunung ini. Kami hanya mengetahui pendakian dimulai dari desa Carangwulung, Wonosalam, Jombang. Akan tetapi sesampai di desa tersebut kami kesulitan menemukan masjid Jabal Nur seperti yang diinformasikan. Kami pun bertanya kepada penduduk setempat, akan tetapi malah membuat kami semakin bingung. Hal ini dikarenakan penduduk sekitar juga sebagian besar tidak tahu tentang pendakian ke gunung Anjasmoro ini.

Akhirnya kami mulai menemukan titik terang setelah bertanya pada salah satu anggota komunitas alam yang mengaku paham akan jalur pendakian Gunung Anjasmoro ini. Beliau bernama Pak Safar (08122449895). Kalau pun teman- teman bingung menemukan titik start pendakian bisa menghubungi nomor tersebut. Biasanya pendaki menitipkan kendaraan di rumah beliau. Tidak ada tarif masuk pendakian, dan biaya parkirnya juga seikhlasnya. Berikut peta pendakian Gunung Anjasmoro :


Peta Jalur Pendakian Mt Anjasmoro

Gunung Anjasmoro merupakan gunung yang cenderung masih asri dan masih sepi pendaki. Jangan dibandingkan dengan gunung- gunung ramai seperti gunung Semeru, gunung yang satu ini tidak terdapat petunjuk yang jelas sepanjang perjalanan. Bahkan tanda rafia yang biasanya menjamur dibatang pohonpun tak ada sama sekali.

Start – Batas Ladang Penduduk
Setelah menitipkan motor di rumah Pak Jafar kami memulai perjalanan dengan jalan yang masih beraspal menuju arah Villa, karena jalur pendakian melewati gang di depan Villa tersebut. Letak Villa di kiri jalan berhadapan rumah dari Pak Lurah. Kita masuk gang di samping rumah Pak Lurah dengan jalan tanah yang sudah tidak beraspal lagi. Kita melewati kandang ternak milik warga menuju ladang warga. Karena sedikitnya informasi yang di dapat, kami pun menggunakan penduduk sekitar yang sedang mencari rumput untuk mencari pencerahan. Kami diarahkan untuk melipir bukit menyusuri ladang warga, dengan petunjuk utama adalah batu besar yang kelihatan dari bawah. Jalur yang kita lewati nantinya di samping dari batu besar tersebut. Jadi kita berpedoman pada batu besar tersebut sampai perbatasan ladang penduduk dengan hutan. Dimungkinkan tempat inilah pos 1 dari jalur pendakian kali ini.


Gambar: Batas Ladang Penduduk (Pos 1)

Batas Ladang Penduduk – Pos Bambu
Setelah sejenak istirahat kami melanjutkan perjalanan menuju pos Bambu. Vegetasi di sepanjang jalur adalah ilalang dan berbagai jenis pohon yang tidak terlalu rimbun, dengan trek yang berfariasi, perpaduan antara trek landai dan trek yang cenderung curam. Juga terdapat alat bantu warga berupa bantuan bambu untuk pijakan, karena jalan ini dimungkinkan salah satu akses warga untuk mencari kayu atau berburu, karena kami sempat melihat perangkap kelelawar/ burung berupa jala di perjalanan. Hingga kami tiba di lokasi dimana terdapat banyak bambu, dan terdapat tanah agak lapang cukup untuk 2 tenda, yang kami sebut ini sebagai Pos Bambu. Karena ketinggian yang belum terlalu tinggi, dan banyaknya daun bambu yang berserakan, kami khawatir terdapat hewan tak berkaki (ular). Pertimbangan lain karena daun bambu rawan kebakaran dan kita tidak bisa membuat api unggun, kamipun memutuskan melanjutkan perjalanan.

Pos Bambu – Puncak Bayangan
Perjalanan kami lanjutkan, ditengah perjalanan teman kami mengalami kram pada otot kaki, sehingga kami memutuskan untuk mencari tempat yang bisa untuk dirikan tenda darurat. Setelah berjalan lumayan jauh kami tidak menemukan tanah yang lapang, sehingga kami membuka tempat di kerumunan ilalang untu mendirikan tenda darurat. Sembari beristirahat kami memasak masakan untuk menu makan malam sembari menikmati sunset di atas Gunung yang masih sepi pendaki ini.

Gambar: Tenda Darurat

Setelah cukup beristirahat dan memulihkan stamina semalam, pada pukul 03.00 WIB kamipun melanjutkan perjalanan dengan bantuan headlamp untuk penerangan. Kami sempat bingung dengan jalur yang ada karena memang tidak ada tanda sama sekali dan tidak ada pendaki lain. Dengan tali rafia yang kami bawa, kamipun memberi tanda pada ranting pohon, sebaga tanda apabila kami tersesat. Akhirnya kami tiba di tempat yang kelihatan dari bawah seperti puncak, ternyata masih terdapat puncak lain di sebelahnya, yang kami namai sebagai puncak bayangan. Disini merupakan tempat yang lapang, cukup untuk mendirikan 5 tenda. Terdapat bendera dan bekas kayu sisa api unggun, kami pun lega karena jalur yang kita lewati merupakan jalur yang benar.

Puncak Bayangan – Puncak Cemoro Sewu
Berdasarkan informasi dari Pak Safar untuk mencapai puncak Cemoro Sewu kita harus naik lagi menuju puncak disebelah kiri. Kami pun melanjutkan perjalanan menuju puncak Cemoro Sewu. Dari puncak bayangan kita turun dahulu ke kiri, kemudian naik menuju hutan yang cukup lebat dengan trek yang tidak terlalu menanjak. Konon, di trek ini terdapat bangkai pesawat yang jatuh, akan tetapi bangkai pesawat ini sudah bercampur dengan tanah dan lumut sehingga tidak terlalu terlihat kalau itu bangkai pesawat. Setelah beberapa lama kamipun sampai di puncak Cemoro Sewu.

Gambar: Full Team


Rumah Pak Safar – Batas Ladang Penduduk                         : 2 Jam
Batas Ladang Penduduk  – Pos Bambu                                 : 2,5 Jam
Pos bambu – Puncak Bayangan                                             : 1,5 Jam
Puncak Bayangan – Puncak Anjasmoro                                  : 45 menit


Sekian cerita perjalanan Nantan Langit Adventure menyusuri atap Jombang kali ini, semoga bermanfaat. Jangan lupa bawa turun kembali sampahnya kalau mendaki gunung ini.

Salam Asri!!